Rabu, 17 Februari 2016

Pengertian Kecerdasan Emosional

Emosi berasal dari perkataan emotus atau emovere, yang artinya mencerca “to strip up”, yaitu sesuatu yang mendorong terhadap sesuatu. Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, emosi dapat diartikan sebagai: 
1) luapan perasaan yang berkembang dan surut diwaktu singkat
2) keadaan dan reaksi psikologis dan fisiologis, seperti kegembiraan, kesedihan, keharuan, kecintaan, keberanian yang bersifat subyektif.

Berbagai teori menjelaskan tentang kecerdasan emoasional sebagai berikut:Crow & 

  • Crow (Efendi dan Praja, 1985-81) mengatakan, bahwa emosi merupakan suatu keadaan yang bergejolak pada diri individu yang berfungsi atau berperan sebagai inner adjustment, atau penyesuaian dari dalam terhadap lingkungan untuk mencapai kesejahteraan dan keselamatan individu tersebut.
  • W. James dan Carl Lange (Efendi dan Praja, 1985-82) mengatakan, bahwa emosi ditimbulkan karena adanya perubahan-perubahan pada sistem vasomater “otak-otak” atau perubahan jasmaniah individu. Misalnya, individu merasa senang, karena ia tertawa bukan tertawa karena senang, dan sedih karena menangis. Menurut Harvey Carr, bahwa emosi adalah penyesuaian organis yang timbul secara otomatis pada manusia dalam menghadapi situasi-situasi tertentu. Misalnya, emosi marah timbul jika organisme dihadapkan pada rintangan yang menghambat kebebasannya untuk bergerak, sehingga semua tenaga dan daya dikerahkan untuk mengatasi rintangan itu dengan diiringi oleh gejala-gejala seperti denyut jantung yang meninggi, pernafasan semakin cepat, dan sebagainya.
  • W.B. Cannon, bahwa emosi adalah reaksi yang diberikan oleh organisme dalam situasi emergency “darurat”. Teori emergency, didasarkan pada pendapat bahwa ada antagonisme (fungsi yang bertentangan) antara saraf-saraf simpatis dengan cabang-cabang oranial dan sacral daripada susunan syaraf otonom. Jadi, apabila saraf-saraf simpatis aktif, maka saraf otonom non aktif, dan demikian sebaliknya.  

Dari teori di atas, maka dapat disimpulkan bahwa emosi adalah merupakan warna afektif yang menyertai setiap keadaan atau perilaku individu. Yang dimaksud warna afektif, adalah perasaan-perasaan tertentu yang dialami pada saat menghadapi situasi tertentu, misalnya gembira, bahagia, putus asa, terkejut, benci (tidak senang), iri, cemburu, dan sebagainya.


Apabila dilihat dari psikologi analisa, maka emosi dapat dijelaskan secara berbeda beda, karena ada dua hal yang mendasari pengertian emosi menurut psikologi analisa, yaitu:
  •   Naluri kelamin “sexual instinct”, yang oleh Freud disebut juga “libido”, yaitu merupakan motif utama dan fundamental yang menjadi tenaga pendorong pada bayi-bayi baru lahir.
  •   Naluri terdapat pada ego, ini adalah lawan dari libido, yang menganut prinsip kenyataan, karena mengawasi dan menguasai libido dalam batas-batas yang dapat diterima oleh lingkungan. Di lain pihak ego juga berusaha merumuskan libidonya, prinsip ini terdapat pada orang-orang yang sudah lebih dewasa.

Oleh karena itu, apabila seseorang sudah dapat memanage, mengawasi, mengontrol, dan mengatur emosinya dengan tepat, baik ketika orang tersebut berhadapan dengan pribadinya, berhadapan dengan orang lain, orang tua, teman-teman, atau masyarakat, berhadapan dengan pekerjaan, atau masalah-masalah yang muncul, maka orang tersebut sudah dapat dikatakan mempunyai kecerdasan emosional. Karena kecerdasan emosional adalah potensi yang dimiliki seseorang untuk beradaptasi dengan lingkungannya.


Kecerdasan emosi merupakan kapasitas manusiawi yang dimiliki oleh seseorang dan sangat berguna untuk menghadapi, memperkuat diri, atau mengubah kondisi kehidupan yang tidak menyenangkan menjadi suatu hal yang wajar untuk diatasi.

Kecerdasan emosional mencakup pengendalian diri, semangat dan ketekunan, kemampuan untuk memotivasi diri sendiri, dan empati pada perasaan orang lain. Orang yang cerdas emosinya, akan menampakkan kematangan dalam pribadinya serta kondisi emosionalnya dalam keadaan terkontrol. Kecerdasanemosional merupakan daya dorong yang memotivasi kita untuk mencari manfaat dan potensi, dan mengaktifkan aspirasi nilai-nilai kita yang paling dalam “inner beauty”, mengubahnya dari apa yang dipikirkan menjadi apa yang kita jalani.

Jadi, kecerdasan emosional adalah gabungan dari semua emosional dan kemampuan sosial untuk menghadapi seluruh aspek kehidupan manusia.  Kemampuan emosional meliputi, sadar akan kemampuan emosi diri sendiri, kemampuan mengelola emosi, kemampuan memotivasi diri, kemampuan menyatakan perasaan orang lain, dan pandai menjalin hubungan dengan orang lain. Kemampuan ini, merupakan kemampuan yang unik yang terdapat di dalam diri seseorang, karenanya hal ini merupakan sesuatu yang sangat penting dalam kemampuan psikologi seseorang. Dan apabila kemampuan untuk memahami dan mengendalikan emosi siswa dalam belajar sudah baik, maka hal itu akan menumbuhkan semangat, motivasi, dan minat untuk belajar pada diri siswa.





Ciri-Ciri Kecerdasan Emosional

Menurut JB. Waston, bahwa pada dasarnya manusia mempunyai tiga emosi dasar, yaitu:
  •  Fear “takut”, yang dalam perkembangan selanjutnya bisa menjadi anxiety “cemas”.
  • Rage “kemarahan”, yang akan berkembang antara lain menjadi anger “marah”.
  • Love “cinta”, yang akan berkembang menjadi simpati.
Sedangkan menurut R. Descartes sebagaimana dikutip oleh E. Usman Efendi dan Juhaya S. Praja, bahwa emosi-emosi dasar yang terdapat pada manusia sebanyak enam macam, yaitu: 
  • Desire “keinginan”
  • Hate “benci”
  • Wonder “kagum”
  • Sorrow “kesedihan”
  • Love “cinta”
  • Joy “kegembiraan”.
Emosi sebagai suatu peristiwa psikologis, mengandung ciri-ciri sebagai berikut:
  • Lebih bersifat subyektif daripada peristiwa psikologis lainnya, seperti pengamatan dan berpikir.
  • Bersifat tidak tetap (fluktuatif).Banyak berkaitan dengan peristiwa pengenalan panca indera.Berlansung singkat dan berakhir tiba-tiba.
  • Terlihat lebih kuat dan hebat.Bersifat sementara dan dangkal.Lebih sering terjadi.
  • Dapat diketahui dengan jelas dari tingkah lakunya.
Sedangkan pendapat lain mengatakan, bahwa ciri-ciri utama dari pikiran-pikiran emosional, adalah sebagai berikut:
  • Respon yang cepat tetapi ceroboh.Pertama adalah perasaan, kedua pemikiran. 
  • Realitas simbolik yang seperti anak-anak.Masa lampau yang diposisikan masa sekarang. Realitas yang ditentukan oleh keadaan.


Faktor yang Mempengaruhi Kecerdasan emosional


Menurut Goleman terdapat dua faktor yang mempengaruhkecerdasan emosional, yaitu: Faktor internal, yakni faktor yang timbul dari dalam diri individu yang dipengaruhi oleh keadaan otak emosional seseorang. Otak emosional dipengaruhi oleh amygdala, neokorteks, sistem limbik, lobus prrefrontal dan hal-hal yang berada pada otak emosional, dan Faktor Eksternal yakni faktor yang datang dari luar individu dan mempengaruhi atau mengubah sikap pengaruh luar yang bersifat individu dapat secara perorangan, secara kelompok, antara individu dipengaruhi kelompok atau sebaliknya, juga dapat bersifat tidak langsung yaitu melalui perantara misalnya media massa baik cetak maupun elektronik serta informasi yang canggih lewat jasa satelit.
Sedangkan menurut Agustian (2007) faktor-faktor yang mempengaruhi kecerdasan emosional, yaitu: faktor psikologis, faktor pelatihan emosi dan faktor pendidikan
  •  Faktor psikologis
Faktor psikologis merupakan faktor yang berasal dari dalam diri individu. Faktor internal ini akan membantu individu dalam mengelola, mengontrol, mengendalikan dan mengkoordinasikan keadaan emosi agar termanifestasi dalam perilaku secara efektif. Menurut Goleman (2007) kecerdasan emosi erat kaitannya dengan keadaan otak emosional. Bagian otak yang mengurusi emosi adalah sistem limbik. Sistem limbik terletak jauh dalam hemisfer otak besar dan terutama bertanggung jawab atas pengaturan emosi dan impuls. Peningkatan kecerdasan emosi secara fisiologis dapat dilakukan dengan puasa. Puasa tidak hanya mengendalikan dorongan fisiologis manusia, namun juga mampu mengendalikan kekuasaan impuls emosi. Puasa yang dimaksud salah satunya yaitu puasa sunah Senin Kamis.
  • Faktor pelatihan emosi
Kegiatan yang dilakukan secara berulang-ulang akan menciptakan kebiasaan, dan kebiasaan rutin tersebut akan menghasilkan pengalaman yang berujung pada pembentukan nilai (value). Reaksi emosional apabila diulang-ulang pun akan berkembang menjadi suatu kebiasaan. Pengendalian diri tidak muncul begitu saja tanpa dilatih. Melalui puasa sunah Senin Kamis, dorongan, keinginan, maupun reaksi emosional yang negatif dilatih agar tidak dilampiaskan begitu saja sehingga mampu menjaga tujuan dari puasa itu sendiri. Kejernihan hati yang terbentuk melalui puasa sunah Senin Kamis akan menghadirkan suara hati yang jernih sebagai landasan penting bagi pembangunan kecerdasan emosi.
  • Faktor pendidikan
Pendidikan dapat menjadi salah satu sarana belajar individu untuk mengembangkan kecerdasan emosi. Individu mulai dikenalkan dengan berbagai bentuk emosi dan bagaimana mengelolanya melalui pendidikan. Pendidikan tidak hanya berlangsung di sekolah, tetapi juga di lingkungan keluarga dan masyarakat. Sistem pendidikan di sekolah tidak boleh hanya menekankan pada kecerdasan akademik saja, memisahkan kehidupan dunia dan akhirat, serta menjadikan ajaran agama sebagai ritual saja. Pelaksanaan puasa sunah Senin Kamis yang berulang-ulang dapat membentuk pengalaman keagamaan yang memunculkan kecerdasan emosi. Puasa sunah Senin Kamis mampu mendidik individu untuk memiliki kejujuran, komitmen, visi, kreativitas, ketahanan mental, kebijaksanaan, keadilan, kepercayaan, peguasaan diri atau sinergi, sebagai bagian dari pondasi kecerdasan emosi